Monday, April 4, 2016

ANALISA HEBOH BUDIDAYA JAHE

Beberapa informasi yang menurut saya sangat menyesatkan antara lain adalah:
Panen jahe per polybag bisa mencapai 10 kg, 20 kg, bahkan ada yang bilang 40 kg. Baik itu jahe gajah, jahe emprit, atau jahe merah.Panen jahe di ladang bisa sampai puluhan ton per ha. 

Informasi-informasi menyesatkan ini disampaikan secara langsung oleh oknum marketing, lewat video di Youtube, lewat halaman website, bahkan ada yang dimuat di website resmi pemerintah.

Informasi ini dipakai untuk merayu orang agar mau melakukan budidaya jahe, karena tergiur keuntungan yang menakjubkan. Hitung-hitungannya pun sering kali sangat tidak masuk akal.
Contohnya, harga jual jahe gajah Rp. 8.500 kg, bahkan ada yang memberi informasi jahe merah/emprit sampai harga Rp. 20rb per kg.

Dikalikan saja dengan produksi jahenya:

1 polybag 20 kg, harga Rp. 20.000 = Rp. 400.000. Kalau punya 100 polybag kan sudah dapat uang Rp. 40jt. Menurut oknum-oknum itu modalnya per polybag cuma RP. 30.000. Keuntungannya RP. 400rb – Rp. 30rb = RP. 370rb per polybag.

Okelah misalnya pakai harga paling rendah RP. 8.500/kg. Omzet per polybagnya sudah bisa mencapai RP. 170rb, keuntungan Rp. 140rb per polybag.

Penanaman di ladang juga melakukan perhitungan yang menyesatkan. Misalnya:

  • Penanaman 1 ha dengan populasi 90.000 tanaman. Promosinya 1 rumpun bisa panen 1kg – 3 kg. Taruhlah pakai angka yang paling kecil 1 kg per rumpun. Produksi per ha-nya kan sudah bisa mencapai 90 ton. Dikalikan dengan harga per kg Rp. 8.500, omzetnya bisa dapat Rp. 765jt. Siapa yang tidak tergiur dengan angka seheboh ini.

Ada juga hitung-hitungan yang saya lihat di YouTube seperti ini:
  • Produksi jehe per 25m2 sebanyak 300 kg. Ini ditunjukkan video dan testimoni oleh petaninya, agar pemirsa lebih yakin. itung-hitungan produksi per ha adalah: (10.000 m2/25 m2) x 300kg = 120 ton. SANGAT LUAR BIASA. Coba dikalikan dengan harga per kg Rp. 8.500 = Rp. 1.02 milyard. Siapa yang tidak ngiler dengan angka ini.

Biasanya oknum-oknum tersebut memberikan bukti berupa foto-foto, video, atau bahkan jahenya langsung dan ditimbang langsung.

Siapa yang tidak tergiur dengan iming-iming fantastis ini. Apalagi yang punya modal.
Sudah banyak korbannya. Realitanya hasil panen jahe tidak ada yang pernah sampai setinggi itu. Bahkan hasil-hasil paling top di negeri produsen jahe terbesar di dunia pun, China, tidak ada yang sampai setinggi itu 

Ada petani yang menyampaikan ke saya jika panen ribuan polybag jahenya hanya dapat rata-rata 1,2 kg per polybag, bahkan per rumpunnya paling banter hanya dapat 300 gr. Miris sekali.

ASUMSI-ASUMSI DAN BUKTI-BUKTI YANG DIPAKAI ITU MENYESATKAN

Menurut saya, asumsi-asumsi dan bukti-bukti yang dipakai untuk melakukan perhitungan itu adalah SANGAT MENYESATKAN. Pertama, biasanya yang diambil hanyalah contoh-contoh yang bagus saja. Mungkin saja ada satu polybag yang satu rumpunnya bisa keluar sampai 1,5 kg. Ini cuma satu dua saja, dan itu saja kebetulan. Hasil ini lah yang difoto, dibuat video, ditimbang, dan ditunjukkan sebagai bukti untuk menarik orang.

Satu polybag tidak bisa digunakan untuk menarik kesimpulan. Ini kaidah statistik. Jadi jika satu polybag, 1m2 atau 25m2, belum bisa digunakan untuk mengeneralisir yang luas. Samplingnya harus mewakili populasi agar hasilnya tidak bias.

Untuk penanaman di lahan, satu rumpun rata-rata cuma dapat 300 gr.
TIDAK MUNGKIN HASIL PANEN JAHE BISA SETINGGI ITU

Ini argumen saya mengapa data-data dan hitungan-hitungan itu SANGAT MENYESATKAN. Sekali lagi, silahkan dibantah argumen saya ini.

PERTAMA

Secara genetik tidak ada jahe di Indonesia, atau bahkan di dunia yang potensi produksinya bisa setinggi itu. Potensi genetik ini adalah batasan dari ‘sono’nya. Kenyataan dilapangan tidak ada yang melebihi potensi ini, umumnya selalu di bawah potensi produksinya. Produksi jahe paling top yang pernah saya baca di China hanya pol di angka 88 ton per ha. Itu cuma dari satu jurnal. Jurnal-jurnal yang lain jauh di bawah itu, kebanyakan di bawah angka 60 ton per ha. Rata-ratanya di bawah lagi, 30-40 ton pe ha. Ini di China dan India, dua negra produsen jahe paling top di dunia.

Di Indonesia, menurut data dari BPS dan Deptan (Silahkan di googling sendiri), produksi di lapangan yang paling bagus adalah 27 ton per ha, ada yang melaporkan sampai 30 ton per ha. Menurut Balitro, potensi produksinya kurang lebih 35 ton per ha untuk jahe gajah. Jahe emprit dan jahe merah cuma 1/3 sampai 1/2-nya saja. Di Indoensia belum ada varietas jahe yang potensi produksinya sangat-sangat tinggi melebihi potensi produksi varietas jahe dari China atau India.

Mengapa angka-angka itu menyesatkan? Karena kalau dihitung potensi produksinya akan jauh di atas angka-angka potensi produksi jahenya. Misalkan saja, untuk produksi jahe 20 kg per polybag. Kalau dikalikan per ha, kurang lebih setara dengan 120 ton per ha. Kalau ada yang bilang satu tunas satu polybag bisa keluar 10 kg, berarti satu hanya hampir 200 ton. INI MUSTAHIL.

Petani-petani yang sudah beberapa kali panen dengan sistem polybag menyampaikan jika satu polybag bisa dapat 3 kg sudah bagus sekali. Kalau bisa dapat 5 kg per polybag masih bisa dinalar, karena per hanya sekitar 30 ton. NORMAL. Kebanyakan petani mengeluhkan jika per polybag cuma dapat 1,2 kg atau bahkan ada yang kurang dari 1 kg.

KEDUA

Produksi jahe bisa diperkirakan dari hara yang diserap oleh tanaman jahe sampai produksi. Sudah banyak penelitian yang menghitung berapa banyaknya hara tanaman yang dibutuhkan untuk panen 1000 rimpang jahe segar. Silahkan baca di link ini: Pola Makan Tanaman Jahe. Bisa dihitung kok berapa kebutuhan hara NPK untuk bisa panen 10 kg, 20 kg per polybag atau 120 ton per ha. Ini baru kebutuhan, belum aplikasi riil di lapangan. Laporan di China, untuk bisa panen 50 ton per ha, dibutuhkan pupuk urea sebanyak 1 ton. Buanyak banget kan.

Nah, kalau dihitung jumlah hara yang terkandung di dalam media tanam jahe, plus pupuk cair yang disemprotkan ke tanaman jahe, nilainya jauh di bawah jahe yang bisa dipanen. Hara NPK yang ada di dalam media tanam tidak bisa seluruhnya diserap oleh tanaman jahe, hanya sebagian kecil saja. JADI SANGAT TIDAK MUNGKIN SATU POLYBAG UKURAN 60 CM X 60 CM BISA PANEN 20 KG.

KETIGA

Masalah hama dan penyakit jahe. Budidaya semua tanaman tidak ada yang bisa bebas dari serangan hama dan penyakit. Apalagi jahe gajah adalah tanaman jahe yang sangat rentan terhadap serangan penyakit, terutama penyakit bercak daun dan busuk rimpang. Lebih-lebih budidaya jahe gajah tidak bisa menggunakan pestisida kimia. Serangan hama dan penyakit menjadi salah satu tantangan terberat petani jahe, khususnya jahe gajah. Serangan hama dan penyakit ini bisa membuat gagal panen atau mengecilkan produksi jahe.
HASIL PANEN YANG WAJAR


Hasil panen jahe emprit 2 kg satu polybag satu bibit umur 12 bulan (courtesy of Arif Senang Menanam).

Hasil penen jahe yang wajar menurut saya adalah 20-30 ton per ha untuk jahe gajah. Target produksi yang lebih tinggi, misal: 40 – 50 ton per ha, masih memungkinkan dengan menggunakan varietas baru jahe yang potensi sangat tinggi. Untuk jahe merah dan jahe emprit dapat 10 – 15 ton per ha sudah bagus.

Hasil panen per polybag untuk jahe gajah dapat 3 kg sudah bagus, kalau bisa dapat 5 kg per polybag perlu upaya keras dan pemupukan yang baik, selain bebas hama dan penyakit. Panen jahe gajah 10 kg per polybag masih rasional, jika menggunakan kultivar unggul baru, pemupukan yang baik dan bebas HPT. Hasil panen jahe kecil (merah dan emprit) dapat 1,3 kg sudah bagus.

Dari angka-angka ini, petani jahe bisa menghitung berapa potensi pendapatannya dengan harga pasar yang wajar. Petani jahe juga bisa mengatur pengeluaran biaya-biaya untuk budidaya jahe ini.
Sumber isroi.com

Related Posts

ANALISA HEBOH BUDIDAYA JAHE
4/ 5
Oleh